Hanya
Waktu Yang Akan Menjawab Segalanya
Waktu selalu hadir dan berlalu dalam
setiap kehidupan manusia. Waktu selalu meninggalkan bekas di setiap kejadian
yang telah berlalu, entah itu kesedihan, kebahagiaan, kesenangan, kekecewaan,
ataupun kerinduan. Waktu selalu dapat menimbulkan setiap pertanyaan yang telah
menimbun dalam kehidupan manusia, tetapi waktu jugalah yang akan menjawabnya.
Waktu membuat kita mengerti apa kesalahan yang telah kita lakukan tanpa kita
ketahui dan akibat yang mungkin
dapat membuat kita menyesal di kemudian hari. Begitu juga yang terjadi dengan
Evi Kusuma, seorang gadis SMA yang telah menyukai seseorang selama dua tahun
tanpa ia sadari.
Sesenggal
nafas terdengar tak beraturan karna tengah mempercepat langkahnya. Sebuah
tangan berusaha menutupi rona merah yang menghiasi pipinya. Jantungnya semakin
berdegup kencang kala seorang laki-laki berperawakan tinggi, dengan rambut yang
sedikit tak tertata, tetapi masih menjadi pusat perhatian berjalan mendekat ke
arahnya. Yap, itu adalah Dafa, anak terpopuler di sekolahan. Dia anak yang
cukup pintar, anggota OSIS, dan pastinya tampan, hingga menjadi pusat perhatian
anak-anak perempuan. Tetapi, lelaki itu hanya melewati Evi begitu saja,
sepertinya tak melihat. Ia ingin sekali memanggil sosok itu. Tapi apa daya,
sepatah katapun tak dapat keluar dari mulutnya. Ia menengok ke belakang sejenak
sambil memandang punggung yang semakin menjauh itu. “Ada apa denganku?! Kenapa
selalu begini?! Kenapa hanya dengannya?!” segala pikiran mulai berkecamuk menghampiri
pikirannya. Ia menghembuskan nafas berat
dan kembali menatap ke depan untuk menuju kelas. “Hey, Tunggu !!” suara
seorang lelaki yang menggema di sudut koridor. Evi terus berjalan meskipun dia
mendengarnya dengan jelas. Suara derapan kaki terdengar semakin dekat dan
jelas. Sebuah tangan menepuk bahunya dan berhasil membuatnya terkejut “Hey, Evi
!!! Kenapa kau menghiraukanku ?! Kelasnya berada di sana, dan kau berada di
arah yang salah. Karna kita akan mendekati UN, kelasnya di pindah. Mari pergi
bersama!!” ucapnya sambil menggandeng tanganku dengan paksa.
Gemuruh sorakan terdengar begitu
keras ketika mereka berdua memasuki ruangan. Evi yang merasa malu segera
menepis tangan Dafa dan segera berlari menuju bangkunya. Dafa menatap Evi penuh
kecewa dan berlalu juga ke bangkunya sendiri. Gosip pun mulai menyebar ke
seluruh sekolah. Bahwa seorang Dafa berkencan dengan teman sekelasnya yang
tentunya semuanya tahu siapa itu. Begitulah gosip yang terdengar dan membuat
Evi lebih tak nyaman lagi.
Semakin lama, sikap Evi semakin
dingin pada Dafa. Dafa merasa bahwa Evi selalu menghindarinya dan merasa tak
nyaman padanya. Dia berusaha menjauh dari Evi. Suatu ketika, seorang gadis
bernama Mala sedang dekat dengan Dafa
karena mereka memang akan tampil bersama dalam Acara Perpisahan yang akan diadakan untuk memeriahkan kebebasan
kami semua dari UN. Terlihat, bahwa Mala juga menyukai Dafa. Mala dan Dafa
selalu terlihat bersama. Dan itu membuat sebuah gosip baru. Evipun merasa
terganggu dengan gosip tersebut. Dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Ada
apa dengannya?! Seharusnya dia merasa senang karna Dafa tak lagi di gosipkan
dengannya. Tapi kenapa dia malah merasa kecewa?! Kenapa dia merasa marah?!
Kenapa dia merasa sedih?! Apa mungkin dia menyukai Dafa?! Tapi sejak kapan?!.
Segala pertanyaannya masih belum terjawab olehnya.
Saat akan memasuki kelas, dia tak sengaja
melihat Dafa dan Mala tengah berlatih
drama sambil bercanda ria. Evi membelalakkan matanya saat
melihat mereka berdua tertawa bersama. Tak ingin mengganggu dan mungkin sebenarnya karna
tak kuat melihat pemandangan tersebut, Evi segera berlari meninggalkan mereka
dengan sedih. Semakin hari kedekatan Dafa dan Mala sering di lihat oleh Evi.
Sebenarnya itu bukanlah kedekatan, hanya rutinitas mereka menjelang persiapan
acara. Tetapi, dimata Evi berbeda. Entahlah, mungkin Evi telah menyadari
sesuatu yang selama ini berbelit di otaknya.
Hari
perpisahan pun telah tiba. Evi berharap kebahagiaan akan menghampirinya hari
ini karna peristiwa yang menyesakkan hatinya beberapa waktu lalu. Dia masuk ke
ruang kelas karna hari ini cukup sibuk untuk persiapan penampilan mereka. Dia
segera berlari membantu teman-temannya yang tengah sibuk. Tiba-tiba ada
seseorang yang berada di sampingnya untuk membantunya. Dia tersenyum dalam hati
saat tahu siapa itu, tetapi dikenyataannya dia tak mampu mengucapkan terima
kasih. Salah satu temannya memanggilnya dan itu dapat membuat alasan untuk
kabur di depannya tanpa memperdulikannya, Lagi.. Evi mendengar helaan nafas
panjang Dafa, dia melirik dengan sedih setelah dia tahu betapa sikapnya tadi
menyakiti Dafa, Lagi.. Evi mengutuk dirinya sendiri yang selalu seperti ini.
Acarpun
telah selesai, Evi berjalan sendirian yang masih mengingat kejadian tadi. Evi
kembali menghela nafas berat. Tiba-tiba ada yang memanggilnya di kejauhan. Dia
mengenal suara itu, bahkan sangat mengenalnya. Dia menoleh pada sosok itu penuh
harap. Sosok itu mendekatinya, semakin dekat, semakin dekat dan tanpa dia
sadari telah berada di depannya, tepat. Dia adalah Dafa. Evi bertanya-tanya dan
hatinya mengharapkan sesuatu. Suasana geming sesaat, tak ada yang mengeluarkan
sepatah katapun. “Vi..” ucapnya lirih
yang memecah keheningan. “Ya..” jawab
Evi dengan enggan. Suasana menjadi semakin canggung karna setelah itu tak ada
yang berbicara lagi. “Emm.. Kau mau
melanjutkan kemana?” ucapnya yang mungkin terlihat seperti basa basi. “Mungkin sekitar sini. Karna orang tuaku tak
mengizinkanku terlalu jauh” ucap Evi yang memang mengerti topik pembicaraan
tersebut. “Aaa.. belajarlah yang rajin agar
kau dapat meraih cita-citamu yang besar itu” ucapnya sambil berusah
tersenyum manis meskipun terkesan seperti di paksakan dengan uluran tangan ke
arahku. Evi bingung harus bagaimana,
tetapi ia putuskan untuk menyambut tangannya. Dia menggumamkan sesuatu yang sangat lirih, hingga Evi bertanya
“Apa yang kau bicarakan?” ucap Evi yang masih penuh heran akan kata-kata Dafa tersebut. “Tak apa,
masuklah dan bergabunglah bersama teman-teman, disini dingin. Sampai
jumpa” ucapnya yang terkesan menyuruh meski dengan lembut. “Baiklah.” ucap Evi sambil masuk ke
dalam kelas yang memang telah ada semua teman-temannya dengan pemikiran yang
masih berputar-putar tentang pembicaraan Dafa.
Suara
gemuruh anak di tengah lapangan benar-benar membuat telinga Evi ikut gaduh.
Setiap hari senin selalu di wajibkan untuk masuk sekolah, meskipun mereka sudah
cukup bebas dari sekolah ini. Tetapi sejak acara perpisahan itu, ia tak pernah
melihat Dafa dan tak pernah mendengar kabar tentang Dafa. Evi selalu bertanya
dalam hati, kemanakah dia ? kenapa dia tak pernah absen, sekalipun itu kabar
penting. Itu membuat Evi sangat sedih, kecewa, dan terpuruk. Evi memberanikan
diri untuk bertanya pada Mala tentang Dafa barangkali Mala mengerti, dan Evi
mendapat kabar yang membuatnya terkejut dan syok, bahwa Dafa telah pindah keluar
kota sehari setelah acara perpisahan karna pekerjaan ayahnya. Evi berlari
sekencang dia bisa, matanya mulai kabur, ia mulai menabrak orang yang dirasanya
menghalangi jalannya, tak ia pedulikan semua mata yang memandangnya dengan
heran, karna yang ada di fikirannya hanyalah Dafa. Terdengar suara memanggil
namanya, tapi ia tak menghiraukannya. Berulang kali suara itu memanggilnya
tetapi ia tak menoleh sedikitpun dan terus berlari tak tentu arah. Sampai suatu
ketika ia terjatuh, hingga sebuah tangan memegang kertas ada tepat di depannya.
Bukan, tepatnya sebuah surat. Ia mendongak ke atas dan menemukan Raka yang
tersenyum prihatin ke arahnya. Raka mengulurkan surat itu kepadanya, bermaksud
agar diterima olehnya. Evi menatap Raka penuh heran, sambil berusaha mengusap
air matanya. Raka kembali menjelaskan “Ini dari Dafa, dia menitipkan ini
padaku. Aku harap kau mau menerimanya. Ku mohon” ucap Raka penuh harap. Evi
dengan ragu mengulurkan tangannya dan segera membuka surat itu.
Dear
Evi.. dari aku, Dafa
Aku
telah menyukaimu sejak lama, Aku selalu menyukaimu selama ini. Aku berusaha
untuk mendekatimu agar aku dapat mengetahui hatimu lebih dalam. Tetapi aku rasa
aku terlalu memaksa hingga aku tak membiarkanmu untuk memilihnya sendiri.
Sebenarnya dalam hatiku aku cukup kecewa dengan semua sikapmu selama ini
padaku. Aku tahu, aku terlalu berharap. Aku juga tahu kau membenciku. Maka dari
itu kau selalu mencoba menegaskan bahwa kau tak pernah menyukaiku walau
sedikitpun. Aku selalu berterima kasih, kau masih mau menjadi temanku, tetapi
aku ingin lebih dari itu. Aku tahu, aku cukup berlebihan, bahkan cukup egois
karna hanya mementingkan diriku sendiri. Aku telah pindah sejak kita terakhir
kali bertemu di acara perpisahan. Aku sangat bodoh karna tak mampu mengatakan
aku menyukaimu dengan jelas padamu saat aku memanggilmu waktu itu, sebenarnya
aku ingin mengungkapkan semua isi hatiku padamu, tetapi yang keluar dari
mulutku hanyalah secuil basa-basi yang bahkan tak mewakili hatiku selama ini.
Maaf karna telah membuatmu tak nyaman. Maaf
karna telah sering menggangu ketenanganmu karna gosip yang beredar. Maaf
atas semua sikapku yang lancang padamu, maafkan aku. Jagalah kesehatanmu
disana, dan tetaplah menjadi yang terbaik. Aku selalu mendukungmu disini.
Abaikan ini jika mengganggumu. Aku selalu menyayangimu. Aku tak tahu kapan kita
bisa bertemu lagi di masa depan. Tetapi, kau akan menjadi masa laluku yang indah
untuk di kenang. Selalu..
Ia
terisak sejadi-jadinya karna kebodohannya selama ini. “Aku selalu memikirkan diriku sendiri. Aku tak pernah mengikuti kata
hatiku. Aku tak pernah menunjukkannya padamu bahkan jika aku ingin. Aku terlalu
cepat menyerah. Aku menyukaimu dari lubuk hatiku yang paling dalam. Jadi jangan
salahkan dirimu. Maafkan aku. Maafkan aku yang selama ini menyakiti hatimu. Aku
takkan pernah melupakanmu. Kau dan kenanganmu telah berada di tempatnya
masing-masing di dalam hatiku, dan aku akan menyimpannya baik-baik. Aku
benar-benar minta maaf, untuk segalanya.
Ku harap, kau dapat menemukan orang yang lebih baik dariku. Jika di masa depan
kita dapat bertemu kembali dan jatuh cinta satu sama lain lagi, aku harap
kesalahan ini takkan terjadi lagi. Tetapi, untuk saat ini, aku akan
mengakhirinya disini. Cukup sampai disini. Di tempat kisah kita berawal. Karna
suatu saat, kisah ini juga akan menjadi sebuah masa lalu yang terukir abadi di
perjalanan hidup kita masing-masing.
Selamat tinggal, Cinta Pertamaku.....” gumamnya sambil masih
sesegukan menahan tangisnya. Dia berusaha berdiri dan Raka segera membantunya.“Aku tahu kau telah menyukainya dari dulu,
tetapi kau tak pernah menunjukkannya dan malah bersikap sebaliknya. Penyesalan
selalu berada di akhir. Dafa berkata dia bahagia meskipun akhirnya akan seperti
ini. Karna waktu yang akan menjawab
segalanya” kata Raka dengan bijak dan meninggalkanku. Yaa.. benar,
segala pertanyaanku dimasa lalu telah di jawab oleh waktu.